Minggu, 15 Juni 2014


BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Trauma toraks merupakan penyebab utama kematian.Banyak penderita trauma toraks datang dengan keadaan kritis, lalu meninggal setelah sampai di rumah sakit.Untuk itu diperlukan diagnosis yang cepat dan terapi yang adekuat.Kurang dari 10% dari cedera tumpul toraks dan 15-30% dari cedera tembus toraks yang membutuhkan tindakan torakotomi.Mayoritas kasus trauma toraks dapat diatasi dengan prosedur resusitasi, peralatan yang lengkap, dan perawatan rawat inap yang tepat.
Trauma thorax sering ditemukan sekitar 25% dari penderita multi-trauma.penderita dengan trauma thorax ini dapat diatasi dengan tindakan yang sederhana oleh dokter di Rumah Sakit (atau paramedic di lapangan), sehingga hanya sebagian kecil yang memerlukan tindakan operasi. Menurut salah satu buku rujukan disebutkan angka mortalitas pada trauma toraks mencapai 10%. Akan tetapi kematian akibat trauma toraks merupakan 25% dari jumlah kematian total akibat kasus-kasus trauma. Trauma toraks mencakup area anatomis leher dan toraks serta dapat menyebabkan kelainan pada sistem respirasi, sistem sirkulasi, dan sistem pencernaan.
Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang umumnya berupa trauma tumpul.Trauma tajam terutama disebabkan oleh tikaman dan tembakan.Cedera thoraks sering disertai dengan cedera perut, kepala dan ekstremitas sehingga merupakan cedera majemuk. Cedera dada yang memerlukan tindakan darurat adalah obstruksi jalan nafas, hematothoraks besar, tamponade jantung, pneumothoraks desak, flail chest, pneumothoraks terbuka dan kebocoran udara trakeabronkus. Pendarahan jaringan interstitium, perdarahan intra alveolar, diikuti kolaps kapiler-kapiler kecil dan atelektasis, sehingga tahanan perifer pembuluh darah naik, aliran darah turun.Hal ini menyebabkan pertukaran gas berkurang.Sekret terkumpul karena batuk kurang. Terjadi kompresi dan dekompresi karena “coup en contre coup”.

1.2        Rumusan Masalah
1.      Apadefinisi dari Trauma Thorax?
2.      Apa etiologi dari Trauma Thorax?
3.      Apa saja manifestasi klinis dari Trauma Thorax ?
4.      Bagaimana patofisiologi dari Trauma thorax?
5.      Apa komplikasi  dari Trauma Thorax?
6.      Bagaimana penatalaksanaan pasien Trauma Thorax ?
7.      Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Trauma Thorax?

1.3       Tujuan
1.   Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai penanganan dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma thorax
2.   Tujuan Khusus
1.      Mahasiswa mampu memahami definisi trauma thorax
2.      Mahasiswa mampu memahami etiologi dari trauma thorx
3.      Mahasiswa mampu memahami Menifestasi Klinis dari trauma thorax
4.      Mahasiswa mampu memahami Patofisiologi dari trauma thorax
5.      Mahasiswa mampu memahami Komplikasi trauma thorax
6.      Mahasiswa mampu memahami Penatalaksanaan trauma thorax
7.      Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatanpasien trauma thorax



BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1    DEFINISI
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun.Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul.(Hudak, 1999).
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul.(Lap.UPF bedah, 1994).
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut
2.2    ANATOMI DAN FISIOLOGI
1.     Anatomi Rongga Thoraks
Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh :
a.    Depan      : Sternum dan tulang iga.
b.    Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).
c.    Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.
d.    Bawah     : Diafragma
e.    Atas         : Dasar leher.
2.    Isi
a.    Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta pembungkus pleuranya.
b.    Mediatinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995).
Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucutterdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang.
Kartilago dari 6 igamemisahkan articulasio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsimembentuk tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternu.Perluasanrongga pleura di atas klavicula dan di atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk.
Musculus pectoralis mayor dan minor merupakanmuskulus utama dinding anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi, trapezius,rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah muskulus pectoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris posterior.
Dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitumuskulus interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus.
Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah danlimfatik.Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoranudara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama – sama dengan pleura parietalis,yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma.
Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru – paru normal, hanyaruang potensial yang ada.Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenamkartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagianmuskuler melengkung membentuk tendo sentral.
Nervus frenikus mempersarafimotorik dari interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut berperan dalam ventilasi paru – paru selama respirasi biasa /tenang sekitar 75%.

2.3    ETIOLOGI
   1.     Trauma tembus
a.    Luka Tembak
b.    Luka Tikam / Tusuk
2.    Trauma tumpul
a.    Kecelakaan kendaraan bermotor
b.    Jatuh
c.    Pukulan pada dada

2.4    KLASIFIKASI
1.     Tamponade jantung : disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke mediastinum/daerah jantung.
2.    Hematotoraks : disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan.
3.    Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka rongga dada) ; iatrogenik (“pleural tap”, biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan tekanan positif)

2.5    MANIFESTASI KLINIS
Tanda-tanda dan gejala pada trauma thorak :
1.     Ada jejas pada thorak
2.    Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi
3.    Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi
4.    Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek
5.    Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan
6.    Penurunan tekanan darah

1.   Tamponade jantung :
a.    Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
b.    Gelisah.
c.    Pucat, keringat dingin.
d.    Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
e.    Pekak jantung melebar.
f.    Bunyi jantung melemah.
g.    Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
h.    ECG terdapat low voltage seluruh lead.
i.     Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).
2.    Hematotoraks :
a.    Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b.    Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).
3.    Pneumothoraks :
a.    Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
b.    Gagal pernapasan dengan sianosis.
c.    Kolaps sirkulasi.
d.    Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
e.          Pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).

2.6       PATOFISIOLOGI
Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka pada rongga thorak dapat membatasi kemampuan jantung untuk memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen darah. Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya berupa perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax. Hipokasia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen kejaringan oleh karena hipivolemia  ( kehilangan darah ), pulmonary ventilation/perfusionmismatch ( contoh kontusio, hematoma, kolapsalveolus ) dan perubahan dalam tekanan intrat thorax ( contoh : tension pneumothorax, pneumothoraxterbuka ). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intrathorax atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan ( syok ).
Fraktur igamerupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering mngalami trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, Nyeri pada pergerakan akibat terbidainya iga terhadap dinding thorax secara keseluruhan menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif intuk mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia meningkat secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru – paru. Pneumotoraks diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari pnerumotoraks akibat trauma tumpul.Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan paru.
Gangguan ventilasi-perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan pada perkusi hipesonor. Foto toraks pada saat ekspirasi membantu menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube lpada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru. Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyai resiko terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya, sampai dipasang chest tubeHemothorax. Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks.












WOC

Trauma Thorax
 

Mengenai rongga thorax                 Cedera Jaringan                Robekan pembuluh darah
Sampai rongga pleura                              Lunak                        intercostal, pembuluh
                                                                                                   Darah jaringan paru
Rounded Rectangle: Hilangnya Kontusio struktur tulang
 

Rounded Rectangle: Perdarahan jaringan intestinumUdara luar terhisap masuk
( Sucking Wound )
Rounded Rectangle: Gangguan pertukaran Gas
 














2.7   PROGNOSIS PENYAKIT     
1.     Open Pneumothorak
Timbul karena trauma tajam, ada hubungan dengan rongga pleura sehingga paru menjadi kuncup.Seringkali terlihat sebagai luka pada dinding dada yang menghisap pada setiap inspirasi (sucking chest wound).Apabila luban ini lebih besar dari pada 2/3 diameter trachea, maka pada inspirasi udara lebih mudah melewati lubang dada dibandingkan melewati mulut sehingga terjadi sesak nafas yang hebat.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTrgKrUnW-7YDzgI_sviahroFGZD7xzQRgYZvhAPBJacguI4D1IpCRUW6IziHZLmcKxIhzbylxX7SjOhfuVzyK0ZLax8-ugx8m7QWatDwp5vF5L-EIO_073zvXbcmZSqmDQ5gXn6WHeF4/s320/33.cr05_fig1.gif
2.    Tension Pneumothorak
Adanya udara didalam cavum pleura mengakibatkan tension pneumothorak. Apabila ada mekanisme ventil karena lubang pada paru maka udara akan semakin banyak pada sisi rongga pleura, sehingga mengakibatkan :
a.    Paru sebelahnya akan terekan dengan akibat sesak yang berat
b.    Mediastinum akan terdorong dengan akibat timbul syok
c.    Pada perkusi terdengar hipersonor pada daerah yang cedera, sedangkan
d.    pada auskultasi bunyi vesikuler menurun.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfGSwolMiAZBr7uGHQncr2if3nRyQNMVeAS20WTJ3h4WhqGr264-_2QV7gwbLZuI_gTS45znjNTdcQP8zYiQkpS5WtWzLOnTssDxS7rn0wygj84Sor7hjHB_f_KuIH2gMlr6-CnYEey5Y/s320/20080614055517!Sucking_chest_wound_mechanics.jpg
3.    Hematothorak masif
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada.Ada perkusi terdengar redup, sedang vesikuler menurun pada auskultasi.
4.    Flail Chest
Tulang iga patah pada 2 tempat pada lebih dari 2 iga sehingga ada satu segmen dinding dada yang tidak ikut pada pernafasan. Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi justru masuk kedalam yang dikenal dengan pernafasan paradoksal.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjl0Is4JxPsif-WmNoyxF4diS0fOuV4LZZbWKuRtDwZSbqCQTTE2prBuKYQCrEvVOBUIVH4NSgGY-3jKdZg8sV5bxcg48H8HzFCzH1hxXLNnxX-DWP2rNB-emTusepOoCKQY0Au4z8x18A/s320/img-0201.png


            5.   Kontusio Paru
Adalah memarnya paru-paru akibat tekanan tiba-tiba yang disebabkan oleh trauma tumpul dada.Pneumonia adalah komplikasi utama yang dapat terjadi akibat kebocoran plasma ke dalam ruang interstitial dan alveoli.
6.   Fraktur Iga
      Cedera yang serius karena organ-organ yang dibawahnya (jantung, hati, limpa, paru-paru, esophagus, diafragma) beresiko untuk rusak.
7.   Kontusio Jantung
Cedera pada miocard akibat trauma tumpul dada.Gangguan irama jantung dan temponade jantung adalah komplikasi utama yang dapat terjadi.

2.8    KOMPLIKASI
1.     Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.
2.    Pleura, paru-paru, bronkhi : hemo/hemopneumothoraks-emfisema pembedahan.
3.    Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur klep jantung.
4.    Pembuluh darah besar : hematothoraks.
5.    Esofagus : mediastinitis.
6.    Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal

2.9    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.     Radiologi : foto thorax (AP).
2.    Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3.    Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4.    Hemoglobin : mungkin menurun.
5.    Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6.    Pa O2 normal / menurun.
7.    Saturasi O2 menurun (biasanya).
8.    Oraksentesis : menyatakan darah/cairan,
9.   Diagnosis fisik :
a.    Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik, observasi.
b.    Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
c.    Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi
d.    Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi.

2.10  PENCEGAHAN
Pencegahan trauma thorax yang efektif adalah dengan cara menghindari faktor penyebab nya, seperti menghindari terjadinya trauma yang biasanya banyak dialami pada kasus kecelakaan dan trauma yang terjadi berupa trauma tumpul serta menghindari kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yag biasanya disebabkan oleh benda tajam ataupun benda tumpul yang menyebabkan keadaan gawat thorax akut.

2.12  PENATALAKSANAAN
         2.12.1     Prehospital
1.            Primary survey
Yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa, pertolongan ini dimulai dengan menggunakan teknik ABCDE (Airway, breathing, circulation, Disability, Exposure)
2.            Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a.       Mempertahankan saluran napas yang paten dengan pemberian oksigen
b.      Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien
c.       Pemasangan infuse
d.      Pemeriksaan kesadaran
e.       Jika dalam keadaan gawat darurat, dapat dilakukan massage jantung
f.       Dalam keadaan stabil dapat dilakukan pemeriksaan radiology seperti Foto thorak

2.12.2     Hospital Teraphy
1.   Chest tube / drainase udara (pneumothorax).
2.   WSD (hematotoraks)/Bullow  Drainage
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a.      Diagnostik :
      Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
b.      Terapi :
      Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura.Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
c.       Preventive :
      Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik
3.    Pungsi.
4.    Torakotomi.
5.    Pemberian oksigen.
6.    Antibiotika :
a.    Cupanol
b.    Lexipron
c.    Tepaxin
d.    Roksicap
7.    Analgetika.
8.    Expectorant
9.    Untuk komplikasi empisema menggunakan obat sbb :
a.    Brondilat (tab)
b.    Asbron (tab
c.    Phyllocontin (tab)
d.    Bronchophylin (kapsul)






















BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1    PENGKAJIAN KEGAWATAN
         A.     PRIMARY SURVAY (ABCDE)
                  a.   Airway
Patensi airway dan ventilasi harus dinilai dengan mendengarkan gerakan udara pada hidung penderita, mulut, dan dada serta dengan onspeksi pada daerah orofaring untuk sumbatan airway oleh benda asing dan dengan mengobservasi retraksi otot-otot interkostal dan supraklavikular.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj4gY91hijVzysNRhZrBGPMrNsyglAQ2saSxe5Zb2lvII9KFYBMGBzlPIILc5ULjyyEaI4NfhaCeud_wT1Zl6YvrDvVjpj_iLAeS_UDGLxWWtgnguKeOGtk3VMeAYYfeIitkxQPVawdHCs/s320/Image79.gif

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhcJc2u_ZVAiyp9cdLN3fSswyjjwW2oQdCbJyzizbwpr4WwgsB8wwOiSky8ENnw0E9tNupuOxVWuIW4w2S_fAZ5Mnw9D7oHYAzyPZ2MTaPF6dECsSc5hjp1JqHfaXmYaCVcx360jj7q8LM/s320/headtilt_jawthrust.jpg
                        Lakukan:- Head tilt- Chin lift- Jaw thrust
Jika jalan nafas tidak paten, harus segera dibuat paten. Obstruksi sering disebabkan oleh lidah pasien, dan pengarahan rahang dengan mendorong mandibula ke depan sudah cukup membuka jalan nafas. Bantuan dengan slang oral atau nasal dapat juga membantu. Benda asing, termasuk gigi yang dislokasi, harus dikeluarkan.
Cedera skeletal juga bisa mengakibatkan gangguan airway, walaupun jarang ditemukan.Sebagai contoh cedera pada dada bagian atas yang menyebabkan dislokasi kea rah posterior atau fraktur dislokasi dari sendi sternoklavikular.Fraktur seperti ini bisa menimbulkan sumbatan airway bagian atas, bila displacement dari fragmen proksimal fraktur atau komponen sendi distal menekan trakea. Hal ini juga depat menyebabkan cedera pembuluh darah pada ekstremitas yang homolateral akibat kompresi fragmen fraktur atau laserasi dari cabang utama arkus aorta. 
Cedera ini diketahui bila ada sumbatan airway atas (stridor), adanya tanda berupa perubahan dari kualitas suara (jika penderita masih dapat berbicara), dan cedera yang luas pada dasar leher dengan terabanya defek pada region sendi sternoklavikular.
Penanganan pada cedera ini adalah menstabilkan posisi airway. Yang paling penting, reposisi tertutup dari cedera yang terjadi dengan cara mengekstensikan bahu, mengangkat klavikula dengan pointed clamp seperti towel clip dan melakukan reposisi fraktur secara manual.
Yang terbaik adalah dengan intubasi endotrakeal (ET), walaupun hal ini kemungkinan sulit dilakukan jika ada tekanan yang cukup besar pada trakea.Intubasi dilakukan jika trauma vertebrae cervicales sudah disingkirkan secara klinis. Jika masih ada kemungkinan cedera tulang belakang dan intubasi harus dipasang, kepala harus distabilkan dan ditahan dalam possi netral oleh seorang asisten, lalu prosedur ini dapat dilakukan tanpa menggerakkan vertebrae cervicales
                  b.   Breathing
Walaupun jalan nafas sudah bersih dan paten, pernafasan masih mungkin belum adekuat.Amati dada dan leher, harus dalam keadaan terbuka.Pergerakan penafasan dan kaulitas pernafasan dinilai dengan observasi, palapasi, dan auskultasi.Jika perlu, ventilasi dibantu dengan alat kantong berkatup yang dihubungkan dengan masker atau ETT.
Gejala yang terpenting yang harus diperhatikan adalah hipoksia termasuk peningkatan frekuensi dan perubahan pada pola pernafasan, terutama pernafasan yang lambar memburuk.Sianosis adalah gejala hipoksia yang lanjut pada penderita trauma.Bila sianosis tidak ditemukan bukan merupakan indikasi bahwa oksigen jaringan adekuat atau airway adekuat.
·      kaji jumlah pernapasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang signifikan
·      kaji saturasi oksigen
·      periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan asidosis
·      berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
·      Lakukan pemeriksaan fisik dada dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi

c.   Circulatoin
Denyut nadi penderita harus dinilai kualitas dan keteraturannya.Pada penderita hipovolemia, denyut nadi arteri radialis dan arteri dorsalis pedis mungkin tidak teraba oleh karena volume yang kecil.Tekanan darah dan tekanan nadi harus diukur dan sirkulasi perifer dinilai melalui inspeksi dan palpasi kulit untuk warna dan temperatur.Vena leher harus dinilai apakah distensi atau tidak.Pada keadaan tension pneumotoraks atau cedera diafragma, distensi vena mungkin tidak tampak pada penderita.
Perfusi harus dipertahankan dengan mengendalikan perdarahan, infus cairan dan darah melalui IV berkaliber besar sesuai indikasi, dekompresi tension pneumotoraks atau tamponade pericardium, atau torakotomi terbuka dengan kompresi aorta dan masase jantung internal.
·         kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
·         monitoring tekanan darah, tekanan darah <>
·         periksa waktu pengisian kapiler / CRT
·         kaji adanya peningkatan suhu pada klien

d.   Disability
·         Kaji tingkat kesadaran baik kualitatif maupun kuantitas
·         Tingkat kesadaran kualitatif: compos mentis, somnolen, sopor, apatis, koma
·         Tingkat kesadaran kuantitatif: dengan penilaian GCS (E,V,M)

e.   Exposure
·         Sumber penyebab gagal nafas, adakah kelemahan pada sistem syaraf dengan cara mengkaji reflek fisiologis dan patologis
·         Mengkaji kekuatan otot dan cidera pada klien

  
B.     SECONDARY SURVAY
Anamnesa
Tanggal MRS                    :
Tanggal Pengkajian           :
No. Registrasi                   :
Diagnosa Medis                :


Pengumpulan Data
1.      Identitas
      Nama Pasien   :
      Usia                 :
      Jenis Kelamin  :
      Alamat                        :
      Pendidikan      :
      Pekerjaan         :
      Agama             :

2.      Status Kesehatan
a.      Keluhan utama
Keluhan yang dirasa paling terasa dan paling menonjol.
b.      Riwayat penyakit sekarang
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah penyebab dari timbulnya penyakit yang diderita
c.       Riwayat peenyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah mengalami penyakit seperti ini atau pernah punya penyakit menular atau menurun.
d.      Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini, penyakit keturunan (DM, HT).
3.      Pengkajian 11 Fungsional Gordon
a.      Pola persepsi dan Manajemen Kesehatan
Biasanya klien tidak mengetahui tentang factor resiko yang menyebabkan klien menderita suatu penyakit pneumothoraks. Perlu dikaji juga bagaimana prilaku sehat klien sehari-hari dan seperti apa pencegahan penyakit yang diderita?
b.      Pola Nutrisi Metabolik
Biasanya status nutrisi klien tidak mengalami gangguan (adekuat).Tidak terjadi penurunan nafsu makan, Berat badan.Selain itu, perlu dikaji juga bagaimana intake dan output makanan serta keseimbangan cairan tubuh klien?
c.       Pola Elimasi
Biasanya klien tidak mengalami gangguan dalam pola eliminasi baik itu BAB dan BAK masih dalam keadaan normal.Perlu dikaji juga bagaimana frekurnsi, konsistensi dari eliminasi klien.
d.      Pola Aktivitas latihan
Klien mengalami gangguan dalam beraktivitas disebabkan oleh sesak napas dan batuk yang dideritanya. Pada kasus didapatkan klien mengalami batuk produktif, pernafasan kausmul, perkusi dada : Kanan redup dari sela iga 1-3 : kiri, redup dari sela iga 1-6. Terdapat ronhi, batuk produktif, sputum kental berwarna putih, penggunaan otot batu napas (-), pernapasan kasmaul, kedalaman dangkal, fremitus kiri, batuk berdarah (-).
e.       Pola Istirahat Tidur
Biasanya klien akan mengalami gangguan tidur akibat sesak napas dan batuk produktif disertai dengan sputum yang dialaminya. Biasanya klien akan sering terbangun di malam hari. Selain itu. Tanyakan berapa jam klien tidur dan beristirahat efektif dalam sehari.
f.       Pola Persepsi Kognitif
Biasanya klien tidak mengalami gangguan penginderaan (penglihatan,pendenagran,penciuman,perabaan, dan pembauan) dan proses kognitif (berpikir, mengambil keputusan).
g.      Pola Persepsi Konsep Diri
Biasanya klien tidak begitu mengalami gangguan dalam konsep dirinya. Ketika ditanyakan mengenai penyakitnya,klien hanya menjawab seperlunya saja. Tanyakan pandangan klien terhadap dirinya.


h.      Pola Peran Hubungan
Biasanya klien tidak mampu menjalankan perannya khususnya di keluarga.Klien juga mengalami gangguan interaksi social dengan sesama.
i.        Pola Coping toleransi Stress
ada kasus didapatkan bahwa klien masih mampu mencari pengobatan terdekat (PUSKESMAS). Biasanya klien mampu untuk mengatasi stress akibat penyakit denagn cara sering bertanya.
j.        Pola Reproduksi seksualitas
Biasanya klien mengalami gangguan seksualitas akibat kondisi klien yang lemah sehingga terjadi penurunan hubungan seksualitas.
k.      Pola Nilai Keyakinan
Biasanya klien lebih mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa untuk kesembuhan penyakit.Perlu dikaji juga bagaimana pendekatan spiritual klien.

4.      Pemeriksaan Fisik
a.   Sistem Pernapasan :
·         Sesak napas
·         Nyeri, batuk-batuk.
·         Terdapat retraksi klavikula/dada.
·         Pengembangan paru tidak simetris.
·         Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
·         Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)
·         Pada auskultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang.
·         Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
·         Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
·         Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
b.  Sistem Kardiovaskuler :
·         Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
·         Takhikardia, lemah
·         Pucat, Hb turun /normal.
·         Hipotensi.
c.   Sistem Persyarafan :
·         Tidak ada kelainan.
d.  Sistem Perkemihan.
·         Tidak ada kelainan.
e.       Sistem Pencernaan :
·         Tidak ada kelainan.
f.       Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
·         Kemampuan sendi terbatas.
·         Ada luka bekas tusukan benda tajam.
·         Terdapat kelemahan.
·         Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi subkutan.
g.      Sistem Endokrine :
·         Terjadi peningkatan metabolisme.
·         Kelemahan.


3.2    DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2.      Ketidakefektifan  bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tahanan parifer pembuluh darah paru
4.      Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
5.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal
6.      Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostic, rencana pengobatan.

3.3    RENCANA INTERVENSI

NO.
DIAGNOSA
NOC
NIC
1.
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.

Definisi : Inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi

Batasan Karakteristik:
-       Perubahan kedalaman bernafas
-       Perubaham ekskursi dada
-       Mengambil posisi  tiga titik
-       Bradipneu
-       Penurunan tekanan ekspirasi
-       Penurunan ventilasi se menit
-       Penurunan kapsitas vital
-       Dipneu
-       Peningkatan diameter anterior posterior
-       Pernapasan cuping hidung
-       Ortopneu
-       Fese ekspirassi memanjang
-       Pernapasan bibir
-       Takipneu
-       Penggunaan otot eksesorius untuk bernapas
Faktor faktor yang berhubungan :
-       Ansietas
-       Posisi tubuh
-       Defomitas tulang
-       Defomitas dinding dada
-       Keletihan
-       Hiperventilasi
-       Sindrom hipoventilasi
-       Gangguan muskuloskeletal
-       Kerusakan neurologis
-       Imaturitas neurologis
-       Disfungsi neuromuskular
-       Obesitas
-       Nyeri
Keletihan otot pernafasan cedera medula spinalis
NOC :
v  Respiratory status:  ventiolation
v  Respiratory status: Airway patency
v  Vital sign status

Kriteria Hasil :
v  Mendemonstrasikan batuk efektif dengan suara nafas yang besih, tidak ada sianosis dan dyspneu ( mamou mengeluarkan septum,mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
v  Menunjukkan jalan nafas yang paten ( klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara abnormal)
v  Tanda- tanda vital dalam rentang normal(tekanan darah, nadi, pernafasan)
NIC :
Airway Management
·         Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
·         Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
·         Identivikassi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
·         Pasang mayo bila perlu
·         Lakukan fisioterapi bila perlu
·         Kluarkan sekret dengan batuk atau suction
·         Auskultassi suara nafas, catat adanya suara tambahan
·         Lakulkan suction pada mayo
·         Berikan brinkodilator bila perlu
·         Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab
·         Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
·         Monitor respirasi dan status O2
Oxygen Therapy
·         Bersihkan mulut, hidung dan sekret trakea
·         Pertahankan jalan nafas yang paten
·         Atur peralatan oksigen
·         Monitor aliran oksigen
·         Pertahankan posisi pasien
·         Observasi adanya tanda – tanda hiperventilasi
·         Monitor adanya kecemasan pasien terhadan oksigenasi

Vital Sign Monitoring
·         Monitor TD,nadi,suhu,dan RR
·         Catat adanya fluktuasi tekanan darah
·         Monitor Vs saat pasien berbaring, duduk n, atau berdiri
·         Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
·         Monitor TD, nadi, RR,sebelum,selama,dan setelah aktivitass
·         Monitor kualitas dari nadi
·         Monitor frekuensi dan irama pernafasan
·         Monitor suara paru
·         Monitor pola pernafasan abnormal
·         Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
·         Monitor sianosis perifer
·         Monitor adanya cushing triad(tekanan nadi yang melebar, bradikardi,peningkatan sistolik)
·         Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

2.
Ketidakefektifan  bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan

Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahankan kiebersihan jalan nafas.

Batasan Karakteristik :
-          Tidak ada batuk
-          Suara napas tambahan
-          Perubahan frekuensi napas
-          Perubahan irama napas
-          Sianosis
-          Kesulitan berbicara atau mengeluarakan suara
-          Penurunan bunyi napas
-          Dipsneu
-          Sputum dalam jumlah yang berlebihan
-          Batuk yang tidak efektif
-          Orthopneu
-          Gelisah
-          Mata terbuka lebar

Faktor Yang berhubungan:
·         Lingkungan:
-          Perokok pasif
-          Pengisap asap
-          Merokok
·         Obstruksi jalan nafas:
-          Spasme jalan nafas
-          Mokus dalam jumlah berlebihan
-          Eksudat dalam jalan alveoli
-          Mareti asing dalam jalan nafas
-          Adanya jalan nafas buatan
-          Sekresi bertahan/sisa sekresi
-          Sekresi dalam bronki
·         Fisiologis:
-          Jalan nafas alergik
-          Asma
-          Penyakit paru obstruktif kronik
-          Hiperplasihiperplasi dinding bronkial
-          Infeksi
Disfungsi neuromuskular
NOC:
v  Respiratory Status: Ventilation
v  Respiratory status: Airway patency

Kriteria Hasil:
v  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu(mampu mengelurkan sputum,mampu bernafas dengan mudah,tidak ada suara nafas abnormal)
v  Menunjukkan jalan nafas yang paten ( klien tidak merasa tercekik, irama nafas,frekuensi pernafasan dalam rentang normal,tidak ada suara nafas abnormala)
v  Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat menghambat bjalan nafas

NIC:
Airway Suction
·         Pastikan kebutuhan oral / trakeal suctioning
·         Auskultassi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning
·         Informasikan pada klien dan kluarga tentang suctioning
·         Minta pasien nafas dalam sebelum suction dilakukan
·         Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitassi suction nasotrakeal
·         Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
·         Anjurkan passien untuk istirahat dan nafass dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
·         Monitor status oksigen pasien
·         Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suction
·         Hentikan suction dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi,peningkatan saturassi O2 ,dll.

Airway Management
·         Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
·         Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
·         Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
·         Pasang mayo bila perlu
·         Lakukan fisioterapi dada jika perlu
·         Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
·         Auskultassi suara nafass , catat adanya suara tambahan
·         Lakukan suction pada mayo
·         Berikan bronkodilator bila perlu
·         Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab
·         Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
·         Monitor rspirasi dan status O2
3.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tahanan parifer pembuluh darah paru

Batasan Karakteristik :
-          Dispnea
-          Takipnea
-          Sianosis
-          Gerakan dada paradoksial
-          Berkurang/tidak ada bunyi nafas
-          Ronki kasar/halus
-          Hemoptisis
-          Gelisah/ kekacauan mental
-          GDA abnormal
-          Nyeri dada meningkat bila nafas dalam
-          Penggunaan otot aksesori pernafasan
-          Deviasi trakea
-          Bunyi abnormal perkusi dada
-          Batuk tidak efektif


NOC :
v  Respiratory Status:Gas exchange
v  Respiratory status: Ventilation
v  Vital Sign status
Kriteria Hasil :
v  Mendemonstrasikan peningkatan ventilassi dan oksigenassi yang adekuat
v  Memelihara kebersihan paru – paru dan bebas dari tanda – tanda distress pernafasan
v  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,tidak ada sianosis dan dyspneu ( mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,tidak ada pursed lips)
v  Tanda – tanda vital dalam rentang normal
NOC:
Airway Management
·         Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
·         Posisikan passien untuk mamaksimalkan ventilasi
·         Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
·         Pasang mayo bila perlu
·         Lakukan fisioterapi dada jika perlu
·         Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
·         Auskultassi suara nafass , catat adanya suara tambahan
·         Lakukan suction pada mayo
·         Berikan bronkodilator bila perlu
·         Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab
·         Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
·         Monitor rspirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
·         Monitor rata – rata ,kedalaman, irama, dan usaha respirasi
·         Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan,pengguanaan otot tambahan,retraksi otot supraclavicular dan intercostal
·         Monitor suara nafas,seperti dengkur
·         Monitor pola nafas:bradipneu,takipneu, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
·         Catat lokassi trakea
·         Monitor kelelahan otot diafragma(gerakan paradoksis)
·         Auskultassi suara nafas ,catat area penurunan/ tidak adaventilasi dan suara nafas tambahan
·         Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan rocki pada jalan nafs trauma
·         Auskultassi suara paru setelah tindakan untuik mengetahui hasilnya.
4.
Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.

Batasan Karakteristik :
Menyatakan merasa tidak nyaman, menjaga dada, pernafasana dangkal, wajah meringis, merintih.

v  Pain level
v  Pain control
v  Comfort level
Kriteria Hasil :
v  Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
v  Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
v  Mampu mengenali nyeri
Pain managemen
·         Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan kualitas dan faktor presipitasi
·         Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
·         Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
·         Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
·         Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
·         Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
·         Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
·         Kurangi faktor prespitasi nyeri
·         Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
·         Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
·         Ajarkan tentang teknik non farmakologi
·         Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
·         Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
·         Tingkatkan istirahat
·         Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
·         Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
·         Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
·         Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
·         Cek riwayat alergi
·         Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
·         Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
·         Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
·         Pilih rute pemberian secara IV,IM unyuk pengobatan nyeri secara teratur
·         Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
·         Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
·         Evaluasi efektitas analgesik, tanda dan gejala
5.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal
NOC:
v  Energy Consevation
v  Activity tolerance
v  SelfCare: ADls

Kriteria Hasil :
-          Berpartisipassi dalam aktifitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah , nadi dan RR
-          Mampu melakukan aktifitass sehari -  harib (ADLs)secara mandiri
-          Tanda – tanda vital normal
-          Energy psikomotor
-          Level kelemahan
-          Mampu berpindah:dengan atau tanpa bantuan alat
-          Status kardiopulmonari adekuat
-          Sirkulassi status baik
-          Status respirasi: pertukaran gas dan ventilasi adekuat
NIC :
Activity Therapy
·         Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan program terapi yang tepat
·         Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
·         Bantu untuk memilih aktivitas yang konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik , psikologi dan sosial
·         Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang di inginkan
·         Banytu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek,
·         Bantu untuk mengidentivikasi kegiatan yang disukai
·         Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
·         Bantu pasien / keluarga untuk ,mengidentifikasi kekurangan dalam beraktifitas
·         Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
·         Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diridan penguatan
·         Monitor respon fisik,emosi,sosial dan spiritual
6.
Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostic, rencana pengobatan.

Batasan Karakteristik :
Menyatakan kurang mengerti, meminta informasi, melaporkan merasa cemas atau gugup, gelisah, ekspresi wajah yang tegang.



v Anxiety control
v Coping
v Impulse control

Kriteria Hasil
v Mengidentifikasi,mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas
v Vital sign dalam batas normal
v Postur tubuh,ekspresi wajah,bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya cemas
Anxiety Reduction (penurunan Kecemasan)
·      Gunakan pendekatan yang menenangkan
·      Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
·      Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress
·      Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
·      Lakukan back/neck rub
·      Identifikasi tingkat kecemasan
·      Bantu pasien mengenali situasi yang menimbulkan kecemasan
·      Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
·      Berikan obat untuk mengurangi kecemasan


3.3    IMPLEMENTASI
Dari hasil entervensi yang telah tertulis implementasi / pelaksanaan yang dilakukan disesuaikan dengan keadaan pasien dirumah sakit pekasanaan perupakan pengelolahan dan perwujudan, dan rencana tindakan yang meliputi beberapa bagian, yaitu validasi, rencana keperawatan, memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan data.

3.4      EVALUASI
1.      Evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang keresahan klien dengan berdasar tujuan yang telah ditetapkan.
2.      Dalamevaluasi tujuan tersebut terdapat 3 alternatif yaitu :
- Tujuan tercapai
:
Pasien menunjukkan perubahan dengan standart yang telah ditetapkan.
- Tujuan tercapai sebagian
:
Pasien menunjukkan perubahan sebagai sebagian sesuai dengan standart yang telah ditetapkan.
- Tujuan tidak tercapai
:
Pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali.













BAB IV
PENUTUP

4.1    KESIMPULAN
Trauma thorax dapat timbul karena trauma tajam, sedemikian rupa sehingga ada hubungan udara luar dan dengan rongga pleura, sehingga paru menjadi kuncup, Seringkali hal ini terlihat sebagai luka pada dinding dada yang menghisap pada setiap inspirasi/sucking chost wound.
Pencegahan trauma thorax yang efektif adalah dengan cara menghindari faktor penyebab nya, seperti menghindari terjadinya trauma yang biasanya banyak dialami pada kasus kecelakaan dan trauma yang terjadi berupa trauma tumpul serta menghindari kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yag biasanya disebabkan oleh benda tajam ataupun benda tumpul yang menyebabkan keadaan gawat thorax akut.

4.2    SARAN
Mahasiswa harus mampu memahami mengenai pengertian, penyebab, epidemologi, anatomi dan fisiologi pada thorak, penatalaksanaan trauma dada, tanda dan gejala, pemeriksaan diagnostik untuk trauma dada, agar dalam menjalankan proses keperawatan dapat membuat intervensi dan menjalankan implementasi dengan tepat sehingga mencapai evaluasi dan tingkat kesembuhan yang maksimal pada klien trauma dada. Selain itu, mahasiswa juga dapat memperbanyak ilmu dengan mengunjungi seminar dan membaca dari berbagai sumber.




DAFTAR PUSTAKA

Engram, Barbara. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol. 1.Jakarta : EGC
Nurafif, Huda Amin. 2013. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta : Mediaction.
Purnama, Feby Tentorium. Primary Survay Pada Trauma.http://febypurnama-tentorium.blogspot.com/2010/04/primary-survey-pada-trauma-toraks.html. Diakses tanggal 7 Juni 2014 Pukul 15.02 WIB
Rahmasari, Ikrima. Keperawatan Gawat Darurat Trauma Thorax.http://gadar-stikesaisyiyahsurakarta.blogspot.com/p/trauma-thorax.html. diakses tanggal 7 Juni 2014 pukul 15.00 WIB.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC
__________.Asuhan Keperawatan Trauma Thorax.http://putriatkinson.blogspot.com/2013/09/asuhan-keperawatan-trauma-thoraks.html. di akese tanggal 7 Juni 2014 Pukul 15.02 WIB
__________.12 Primary and secondary survey.http://www.rch.org.au/paed_trauma/manual/12_Primary_and_secondary_survey/. Diakses tanggal 7 Juni pukul 15.11 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar